Selasa, 23 Desember 2014

Sumatera Barat (2): Bukit Tinggi

Hari Tiga:

Hari terakhir tugas saya di Padang. Karena jadwal meeting dan segala urusan sudah dipadatkan kemarin, maka hari ini tidak ada lagi hal yang berkaitan dengan pekerjaan. Sementara pesawat ke Jakarta masih setelah maghrib nanti.... Terlalu banyak waktu untuk sekedar berkeliling Padang, namun cukup sempit untuk mengunjungi Bukit Tinggi. Akhirnya setelah dipikir-pikir dan berhitung waktu, jadilah saya tekadkan meluncur ke Bukit Tinggi. Kata orang, belum ke Sumatera Barat jika belum menginjakkan kaki di Bukit Tinggi. Demi pengakuan, yuukk mariii kita meluncur.... :D

Lembah Anai

Air Terjun Lembai Anai
Dalam Perjalanan menuju Bukit Tinggi, saya melewati lembah anai. Sebelum saya melihat, yang ada di bayangan saya adalah sebuah air terjun yang cantik di tengah alam hijau yang sejuk. Ternyata lembah anai adalah air terjun di tepi jalan raya yang bisa dilihat saat mobil melintas tanpa harus turun dari kendaraan. Namun begitu saya tetap sempatkan turun untuk menikmati pemandangan sekitar. Air terjun tepi jalan ini adalah bagian dari Cagar Alam Lembah Anai. Di seberang jalan terlihat rel kereta peninggalan jaman Belanda yang sudah tidak lagi difungsikan, namun justru menjadi asesoris tersendiri bagi pemandangan di sana.

Cagar Alam Lembah Anai adalah hamparan hutan hujan tropis yang telah ditetapkan sebagai kawasan suaka alam sejak masa pemerintahan Kolonial Belanda tahun 1922, namun begitu keberadaan cagar alam seluas 221 ha ini kurang dikenal masyarakat.  Air Terjun Lembah Anai lah yang lebih dikenal, bukan cagar alamnya.

Kabarnya terdapat 2 air terjun lainnya di dalam kawasan hutan, namun saya tidak sempat untuk berkunjung ke sana. Air terjun yang terdapat di pinggir jalan inilah yang menjadi ikon bagi Lembah Anai. Satu yang terlintas di benak saya, jika debit air sedang tinggi tentunya air akan meluap membanjiri jalan raya di bawahnya. Apalagi di sisi jalan raya mengalir Sungai (Batang) Anai yang terlihat cantik, namun dapat berubah “buas” saat musim hujan datang. Luapan airnya bukan saja membanjiri jalan, namun dapat juga merobohkan tembok, menyebabkan kemacetan panjang berkilo meter.

Pandai Sikek – Songket

Tempat pemberhentian lain sebelum mencapai Bukit Tinggi adalah Pandai Sikek, sebuah perkampungan penghasil songket. Saya sempatkan berkeliling, mengunjungi rumah-rumah penghasil songket, melihat cara membuatnya dan memandangi koleksi songket aneka warna yang indah. Di sisi kiri – kanan jalan juga dapat dijumpai toko-toko penjual songket, dan mukena dengan bordir cantik. Hampir saya lupa waktu terlalu asik melihat-lihat, memilih dan menawar. Wanita memang agak susah jika harus menahan waktu berbelanja... :p Setelah mendapat 2 potong songket dan 1 set mukena bordir, sayapun melanjutkan perjalanan menuju Bukit Tinggi.

***
Memasuki wilayah Bukit Tinggi memang terasa bedanya, alam perbukitan yang sejuk, hijau, jalan berkelok, pemandangan sekeliling yang indah, tidak sabar rasanya turun dari mobil dan menjelajah berjalan kaki. Dan ternyata objek wisata di Bukit Tinggi memang saling berdekatan dan bisa dicapai dengan berjalan kaki.

Jam Gadang

Jam Gadang

Objek pertama yang menarik mata adalah Jam Gadang. Sebuah jam tower yang terletak di tengah alun-alun, didirikan pada tahun 1926 sebagai hadiah dari Ratu Belanda kepada controleur, sekretaris Kota Bukit Tinggi saat itu. Kabarnya mesin Jam Gadang ini memiliki kembaran di dunia. Dan kembarannya itu ternyata berada di London. Bisa ditebak? Yup, Big Ben yang terdapat di menara kantor parlemen Inggris yang terkenal itulah kembaran dari Jam Gadang. Forman (seorang bangsawan terkenal) pembuat mesin jam yang berkerja secara manual ini, memberi nama mesin tersebut Brixlion.

Jam Gadang yang awal pembangunannya menghabiskan biaya sekitar 3000 Gulden itu telah mengalami renovasi berkali-kali. Pada jaman Belanda, puncak dari Jam Gadang berbentuk bulat dengan patung ayam jantan bertengger di atasnya. Kemudian diubah menjadi bentuk klenteng pada jaman Jepang. Barulah setelah Indonesia merdeka, puncak jam Gadang berbentuk rumah adat Minangkabau.

Angka Romawi pada Jam Gadang

Satu hal yang unik dari Jam Gadang yang mungkin luput dari pengamatan orang adalah angka empat Romawi yang terdapat dalam jam tersebut; tidak tertulis IV pada umumnya, namun IIII. Tidak ada yang tau dan tidak pula terdapat keterangan kenapa tertulis IIII, bukan IV. Mungkin IV dapat diartikan sebagai “I Victory” yang berarti “Aku menang”, hal yang tentu saja tidak diinginkan pemerintahBelanda saat itu. Namun secara tertulis tidak ada keterangan resmi mengenai hal tersebut.

Istana Bung Hatta

Istana Bung Hatta

Tepat di seberang Jam Gadang terdapat Istana Bung Hatta. Istana ini dulunya adalah kediaman Asisten Residen Belanda di Bukit Tinggi, yang kemudian digunakan sebagai tempat kediaman Wakil Presiden RI. Sebelum bernama Istana Bung Hatta, bangunan ini dulunya bernama Rumah Tamu Agung, berganti Gedung Tri Arga, dan berganti kembali Wisma Hatta.

Dari Gedung inilah Bung Hatta memimpin perjuangan kemerdekaan di wilayah Sumatera Barat, mengadakan pertemuan dengan pemimpin setempat dan membuat keputusan politik.
Saat ini Istana Bung Hatta difungsikan sebagai tempat penginapan bagi Presiden, Wakil Presiden, serta tamu Negara yang berkunjung ke Sumatera Barat, selain juga digunakan sebagai Gedung Serba Guna Negara.
Sayangnya kita tidak diijinkan masuk mendekati bangunan untuk sekedar tau dan menambah wawasan.  

Pasar Atas - Nasi Kapau

Masih di area sekitar Jam Gadang, tak jauh dari situ terdapat pasar yang disebut pasar atas. Yang terkenal dari pasar atas ini adalah penjual Nasi Kapau yang tersohor rasanya. Sayapun tergoda untuk mencicipi nasi kapau di sini. Nasi Kapau Uni Lis, namanya. Saya harus masuk ke dalam pasar, menyusuri pasar yang becek dan pengap demi membuktikan kelezatan rasa nasi kapau Uni Lis.

Tempat makannya sangat sederhana, seperti halnya warteg di pasar pada umumnya. Begitu masuk ada tumpukan lauk aneka macam yang membuat saya bingung untuk memilih. Maka saya pun meminta untuk dihidangkan di meja, agar saya bisa memilih lebih baik lauk apa yang ingin saya makan. Setelah mencicipi nasi kapau pasar atas ini, rasanya memang sedikit berbeda dengan rumah makan padang lainnya. Ada satu bumbu atau rempah yang rasanya begitu kuat dan mendominasi masakan; entah daun apa namanya.

Waktunya membayar adalah momen mengagetkan bagi saya. Karena ternyata harganya berkali-kali lipat harga nasi padang dimanapun yang pernah saya masuki. Usut punya usut, jika ingin lebih murah kita harus memesan nasi secara rames, bukan hidang di meja. Namun begitu tetap saja lebih mahal dari harga rumah makan padang lainnya.

Rekomendasi saya jika ingin makan nasi padang yang enak di Padang, datanglah ke Rumah makan Lamun Ombak. Tempat makannya bagus, besar, bersih, ber-AC, makanannya enak, harga bersahabat. Tak perlu menyusuri rumah makan di pasar yang becek, pengap dan panas hanya untuk membayar lebih mahal.

Goa Jepang


Lobang Jepang
Tidak jauh dari Jam Gadang, di samping Istana Bung Hatta – cukup berjalan kaki, kita dapat menemui objek wisata Goa Jepang. Merupakan saksi sejarah penjajahan Jepang di Indonesia. Goa ini dulunya digunakan sebagai tempat pertahanan tentara Jepang di Bukit Tinggi, sekitar tahun 1942 – 1945.  

Lorong Goa Jepang
Goa buatan ini memiliki panjang lebih kurang 1,5 km, namun yang dibuka untuk publik sekitar 750m saja, dengan kedalaman goa dari permukaan tanah sekitar 40m. Goa ini sudah diberi penerang cahaya neon dan disemen serta diberi puving block di bagian lantainya. Namun bagian dinding masih dipertahankan dalam kondisi awal, bertekstur sekat yang dulunya digunakan sebagai peredam suara di dalam goa.

Sebagai tempat perlindungan, di dalam goa ini dapat ditemukan ruangan-ruangan seperti ruang penyimpanan amunisi, ruang sidang, ruang tahanan, dapur, juga ruang penyimpanan mayat tahanan yang mati karena siksaan di dalam penjara. Bagian ujung liang goa ini mengarah ke Sungai Sianok, dengan lorong-lorong yang cukup membuat bergidik.

Benteng - Fort de Kock

Benteng - Fort de Kock


Tak jauh dari Goa Jepang, masih berjalan kaki (kira-kira 1km dari Jam Gadang), bisa kita jumpai Fort de Kock – benteng peninggalan jaman Belanda yang dibangun sebagai pertahanan terhadap perlawanan rakyat Minangkabau yang dipimpin oleh Tuanku Imam Bonjol.

Meriam di sisi benteng
Benteng yang terletak di atas Bukit Jirek Negeri Bukit Tinggi ini dibangun tahun 1825 oleh Kapten Bauer. Sampai saat ini kita masih bisa melihat sisa keangkuhan benteng Belanda dalam bangunan setinggi 20 meter yang dilengkapi meriam di keempat sisinya. Sementara kawasan sekitar benteng telah mejelma menjadi taman rindang dilengkapi tempat bermain anak-anak. Benteng ini berada dalam kawasan Taman Margasatwa dan Budaya Kinantan Bukit Tinggi. Terdapat sebuah jembatan yang menghubungkan area benteng dengan kawasan kebun binatang; bernama Jembatan Limpapeh.

Pemandangan dari atas benteng

Cukup membayar retribusi sebesar Rp. 5.000 untuk melihat benteng dan menikmati kawasan pegunungan sekitar yang indah. Cobalah untuk naik ke atas benteng, dari sana pemandangan Kota Bukit Tinggi terlihat begitu mempesona. Di dekat kawasan kebun binatang juga terdapat museum Rumah Adat Baanjuang. Retribusi Rp. 1.000 dikenakan untuk pengunjung yang ingin memasuki rumah adat tersebut.






Ngarai Sianok

Ngarai Sianok

Dari Benteng Fort de Kock, saya kembali menuju mobil diparkir dan meluncur ke arah Ngarai Sianok. Gak lengkap banget jika menginjakkan kaki di Bukit Tinggi tanpa melintasi ngarai yang elok ini.

Ngarai Sianok terletak di tengah kota Bukit Tinggi, merupakan sebuah lembah curam sedalam 100m yang memanjang dan berkelok sepanjang 15km, membentang dari Koto gadang sampai ke nagari Sianok Anam Suku dan berakhir di Palupuh.

Ngarai Sianok merupakan hasil dari gerakan turun kulit bumi (sinklinal) yang membentuk dinding curam dan menjelma menjadi lembah hijau yang cantik dimana mengalir Batang Sianok (Sungai Sianok) yang jernih di tengahnya. Pada jaman Belanda, Ngarai Sianok disebut sebagai “Karbouwengat” atau kerbau sanget, dikarenakan banyaknya kerbau liar yang hidup bebas di dasar ngarai.

Pemandangan yang indah, udara yang bersih, membuat saya betah berlama-lama duduk di tepi Batang Sianok. Namun sore semakin menua, saya harus kembali ke Kota Padang, menuju Bandara Internasional Minangkau, mengejar pesawat yang akan membawa saya kembali ke Jakarta.


Waktu yang sempit membuat saya mengunjungi tiap situs secara kilat, tidak puas rasanya terburu-buru namun cukup senang mendapati banyak hal baru. Tiga hari yang komplit di tanah Minang; pekerjaan selesai, wisata tercapai.... Suatu saat nanti saya akan kembali. Masih ada kelok 44, Danau Maninjau, Batu Sangkar, dan tempat cantik lainnya yang harus dikunjungi. Sampai jumpa Tanah Minang....!



Senin, 22 Desember 2014

Sumatera Barat (1): Padang

Sambil menyelam minum air, sambil bertugas disempatkanlah wisata...
Begitu kira-kira peribahasa paksaan yang berlaku saat ini... Karena memang kunjungan saya ke Sumatera Barat kali ini sama sekali bukan untuk niat berlibur, tapi murni karena tugas kantor. Berhubung ini pertama kalinya saya menginjakkan kaki di tanah Minang, rasa ingin tau untuk menjelajah tempat baru rasanya tak terbendung..., maka disempatkanlah berpetualang di sela waktu meeting yang padat... Alhasil kunjungannya pun kurang maksimal, karena terbentur waktu. But anyway I still could have fun and share something to you all... ;D

Mendengar kata Padang, yang terlintas adalah sedapnya nasi kapau, pedasnya kripik sanjay, kisah cinta Siti Nurbaya yang melegenda, dongeng Malin Kundang, dan banyak lainnya yang melintas di kepala...; berharap semua bisa dicicip, didapat, dikunjungi, tapi tetep nahan ngarepnya jangan banyak-banyak, karena kunjungan kali ini adalah untuk KERJA! #tepokjidat :p

Hari Satu:

Hangatnya sinar mentari pagi menyambutku saat mendarat di Minangkabau International Airport. Tujuan pertama adalah Basko Hotel, salah satu hotel bintang 4 yang terletak di pusat Kota Padang. Lokasinya menempel dengan Mall Basko, satu-satunya mall di Kota Padang. Selesai check in dan mempersiapkan materi untuk meeting, saya langsung lompat ke Mall Basko, bukan untuk belanja atau jalan-jalan, tapi untuk survey lokasi event dan rapat koordinasi dengan humas mall.
Selesai urusan dengan pihak venue, lanjut meluncur ke kantor client untuk meeting berikutnya. Namun ternyata sesampainya di sana tidak ada pihak yang dapat ditemui. Akhirnya saya memutuskan untuk pergi dan kembali lagi nanti. Tidak ingin membuang kesempatan, sambil menunggu waktu meeting dengan client, sayapun memutuskan untuk mengunjungi Pantai Air Manis, tempat dikutuknya Malin Kundang menjadi batu.

Pantai Air Manis – Batu Malin Kundang

Pantai Air Manis

Pantai Air Manis terletak di Kecamatan  Padang Selatan, Kota Padang. Jalan menuju lokasi cukup baik, dan dapat dilalui kendaraan roda 4, dengan waktu tempuh sekitar 30 menit dari pusat Kota Padang. Untuk mencapai Pantai Air Manis bisa naik angkutan umum dengan trayek Padang – Bungus dari Plaza Sentral Pasar Raya.
Pantai Air Manis memiliki bibir pantai yang luas dan landai, dengan pasir kecoklatan. Gulungan ombak yang tak terlalu tinggi, dan semilir angin yang lembut membuat pantai ini enak sebagai tempat belajar surfing atau piknik bersama keluarga.
Di pantai inilah terdapat puing-puing kapal Malin Kundang yang berubah menjadi batu, dengan sosok batu Malin yang tampak sedang sujud di atas kapalnya. Menurut masyarakat setempat, situs ini pernah rusak karena banjir besar, sehingga kemudian dilakukan renovasi. Mungkin itulah sebabnya batu ini tidak tampak natural. 
Di Pantai Air Manis ini juga tersedia penginapan yang dikelola oleh masyarakat setempat, sehingga harga sewa tidak terlalu mahal. Jangan khawatir juga jika kelaparan, karena sepanjang pantai terdapat warung makan untuk bersantap atau sekedar menikmati segelas kopi sambil menikmati keindahan pantai dan lembutnya semilir angin....Sedapnyaaa.... :D

Pantai Air Manis

Batu Malin Kundang

Kapal Malin Kundang

Pulau Pisang
Tak jauh dari tepi pantai Air manis, terdapat pulau kecil, bernama pulau pisang. Pulau ini tak berpenghuni. Kira-kira berjarak sekitar 150 – 200 meter dari pinggir pantai Air Manis. Jika air tidak pasang, kita bisa berjalan kaki menyebrang menuju Pulau Pisang ini. Dan  itulah yang saya lakukan; menggulung celana, menyebrang menuju Pulau Pisang. Air saat itu sebatas betis, semakin ketengah semakin tinggi hingga mencapai lutut. Cukup membuat panik, mengingat setelah ini saya masih harus bertemu client, dan tidak ingin terlihat basah kuyup. :p
Saya tidak menemukan sesuatu yang spesial atau berbeda di pulau ini, selain pohon kelapa, dan sebuah pondok kecil. Tapi saya bisa menikmati keindahan laut dari sisi yang berbeda dari Pantai Air Manis tadi, dan jauh lebih indah selain juga lebih tenang karena tidak berpenghuni. Sampai saya nyaris lupa waktu, terlalu menikmati duduk di pinggir karang memandang indahnya laut.

Pemandangan dari Pulau Pisang

Pantai di Pulau Pisang

Pulau Pisang

***
Dari pantai saya kembali menuju kantor client untuk meeting. Senja sudah mulai turun saat saya kembali ke Basko untuk beristirahat. Namun baru saja turun dari mobil, saya bertemu dengan teman humas Basko yang menawarkan diri untuk mengajak saya berkeliling Kota Padang. Pucuk dicinta  ulam tiba, tidak mungkin saya tolak jasa seorang ‘guide’ lokal. Perjalananpun berlanjut.... :D

Jembatan Siti Nurbaya
Salah satu karya sastra terkenal sepanjang masa yang berlatang belakang tanah Minang adalah kisah Siti Nurbaya. Hingga pemerintah setempat menamai sebuah jembatan di Kota Padang ini dengan sebutan Jembatan Siti Nurbaya. Tidak ada yang tau pasti apakah kisah dalam novel Marah Rusli itu berdasarkan kisah nyata atau hanya fiksi semata, namun di dekat lokasi ini, di Gunung Padang, terdapat sebuah makam yang dipercaya sebagai makam Siti Nurbaya.
Dari segi konstruksi bangunan, tidak ada yang istimewa dari jembatan Siti Nurbaya yang dibangun untuk menghubungkan Gunung Padang dan Kota Padang ini. Biasanya jembatan ini akan ramai menjelang senja, karena orang-orang bisa menikmati keindahan matahari terbenam dari atas jembatan, memandangi lereng Gunung Padang yang penuh kerlip lampu dari pemukiman penduduk, atau permukaan air Sungai Batang Arau yang mengalir di bawah jembatan. Semakin malam, jembatan ini semakin ramai oleh anak muda yang menghabiskan waktu bersama teman-temannya, sekedar duduk santai atau menikmati kuliner jalanan yang dijajakan di sepanjang jembatan.

Jembatan Siti Nurbaya di malam hari

Pantai Padang - Taplau (Tapi Lauik)
Pantai Padang berada di pusat Kota Padang. Pantai ini memiliki garis pantai yang panjang dengan satu sisi berlatar pemandangan Gunung Padang.
Karena hari sudah malam, kedatangan saya ke Taplau (Tepi Laut) ini bukan untuk menikmati keindahan pantai, namun untuk berburu makanan, mengisi perut yang kosong... :D
Terdapat banyak warung tenda berjejer di tepi pantai, terutama pantai di depan Taman Budaya. Mulai dari minuman dingin, es kelapa muda, kacang rebus, rujak khas Padang, atau pisang bakar, semua ada di Taplau ini. Di sekitar pantai ini juga terdapat jejeran warung seafood, mulai dari yang lesehan sampai rumah makan seafood mewah. Salah satu yang terkenal adalah rumah makan seafood FUJA. Bukan Cuma rasanya yang mantab, harganyapun bersahabat. Itulah sebabnya Fuja selalu terlihat lebih ramai dari rumah makan seafood lainnya di sekitar lokasi. Jangan salah memilih restoran, tanyakan dulu kepada pelayan jika tidak tercantum harga pada daftar menu. Jangan sampai anda kaget dengan jumlah yang harus dibayar setelah makan selesai.

Monumen Gempa

Monumen Gempa
Dalam perjalanan kembali ke hotel, saya sempat diajak mampir ke taman kota yang bernama Taman Melati di Jalan Bundo Kanduang, dimana terdapat Monumen Gempa. Monumen ini dibangun sebagai pengingat akan tragedi gempa berkekuatan 7,9 skala richter yang telah meluluhlantakkan bumi Padang pada tanggal 30 September 2009 silam. Lebih dari seribu nyawa terenggut dalam tragedi tersebut. Pemerintah setempat berencana mengukir nama seluruh korban jiwa dalam prasasti di Monumen Gempa tersebut, dan saat ini sudah lebih dari 300  nama terukir di sana.


Hari yang melelahkan dan padat. Dimulai dengan penerbangan di pagi hari, kerja dan wisata. Membuat laporan, mengirim email dan menyusun perencanaan esok hari sebelum tidur nyenyak... zzzzz....zzzzz

Hari Dua:
Hari ini judulnya rally meeting. Jadwal padat dari pagi hingga sore. Hari yang sangat produktif.
Setelah malam tiba barulah saya bisa sedikit bersantai. Namun jangan berharap dapat menikmati keramaian atau hiburan apapun di Kota Padang ini setelah matahari terbenam. Tidak ada tempat seperti itu di sini, malam berarti sunyi, sepi.... Lalu kemana saya pergi? Kuliner..., mencicipi selera lokal ;)

Ayam Goreng “Pagi Sore”
Rumah makan ini sangat sederhana, menyajikan nasi padang pada umumnya. Namun satu hidangan yang paling favorit adalah ayam gorengnya. Ayam kampung berukuran kecil, dengan tektur daging yang empuk, rasa yang gurih, renyah dan legit. Satu takkan cukup..., kalian bisa menghabiskan sepiring ayam goreng sendiri. Gak percaya? Silakan coba dan buktikan sendiri... Rumah Makan Pagi Sore ini bisa kamu temukan di Jalan Pondok, No 143, Taman Area – Padang. Rumah makan yang dikelola oleh Hajjah Rostina ini merupakan usaha yang diwariskan turun temurun. Rasa ayam gorengnya bisa dikatakan cukup melegenda, walau tampilan rumah makannya sangat sederhana. Selain ayam goreng, cicipi juga rendang dagingnya yang gak kalah mantabz.

Ayam Goreng "Pagi Sore"

Es Durian “Ganti Nan Lamo”
Kalau kamu suka durian, jangan sampai lewatkan yang satu ini: Es Durian Ganti Nan Lamo. Rasanya bener-bener maknyuuuusss bangeett... Lembut, manis, legit, duuuh susah dilukiskan kata-kata. Durian Padang itu tobz banget lah rasanya... Silakan datang dan cicipin sendiri di Jalan HOS. Cokroaminoto No. 31B atau di Jalan Pulau Karam No. 103B. Buat kamu yang gak suka durian, jangan khawatir... ada pilihan aneka es lainnya yang gak kalah enaknya.
 
Es Durian



Kripik Sanjay “Sarinah”
Siapa yang gak tau kripik sanjay? Oleh-oleh paling dinanti siapapun yang pergi ke Padang. Ada banyak merk kripik sanjay namun yang paling popular dan banyak dicari adalah merk “Christine Hakim”. Tapi ternyata ada satu merk yang menurut saya rasanya gak kalah enak, lebih enak malah..., renyah, pedasnya pas di lidah, namanya “Sarinah”. Saya tidak membelinya di toko, tapi langsung ke rumah sang pembuatnya. Rumahnya agak terpencil dan sulit untuk menggambarkannya. Inilah untungnya punya “guide” orang lokal yang bisa membawa kita mengenal selera lokal lebih baik. Sayangnya saya lupa bertanya ke toko mana saja kripik Sarinah ini dipasarkan....

Hari ini ditutup dengan perut yang bahagia... :D

To be continued...

Sabtu, 13 Desember 2014

Viet Nam (5): Hanoi - Closing

Hari Ketujuh: tạm biệt (Goodbye)

Hari terakhir kami di Viet Nam. Pagi ini kami memutuskan untuk menikmati Kota Hanoi, sekedar jalan-jalan mengunjungi taman kota, dan memperhatikan arsitektur bangunan yang dipengaruhi oleh gaya arsitektur eropa, khususnya Perancis. Siang ini kami menemukan restoran halal, bernama Nisa Restorant yang menyajikan masakan melayu khas Malaysia. Kami juga menemukan Masjid di kota Hanoi ini. Senang sekali rasanya..., seperti menemukan rumah di tempat asing.




Suasana Kota Hanoi

Masjid Al - Noor, Hanoi
Bagian dalam masjid





Siang ini kami check-out dari hotel. Menuju Noi Bai Airport untuk terbang kembali ke Ho Chi Minh City. Setelah dua jam penerbangan, kami mendarat di Tan Son Nhat Airport pukul 18:15. Sisa waktu beberapa jam kami habiskan untuk berkeliling bandara, makan malam, dan menikmati secangkir kopi sebelum kami terbang ke Singapore pukul 21:40, berlanjut keesokkan harinya kembali ke Jakarta.
Minggu yang menyenangkan bersama teman-teman yang menyenangkan mengunjungi tempat yang menyenangkan... Perfect! Alhamdulillah.....

Tạm biệt, Viet Nam...! So Long....


Noi Bai
Tan Son Nhat
Changi

Oya, jika kalian ingin merencanakan liburan ke Viet Nam silakan coba ikuti paket wisata dari website di bawah ini. Untuk paket wisata yang sama, harga yang ditawarkan bisa bervariasi, itulah sebabnya penting untuk membandingkan harga. Kedua travel ini memberikan penawaran yang cukup bersaing. Tidak perlu menggunakan jasa dari satu travel untuk semua kunjungan. Pilih saja mana yang lebih murah dan cocok baik di hati maupun di kantong ;)

For your info, liburan ini kami lakukan di tahun 2011. Saat itu dollar masih sekitar 8800 rupiah. Biaya yang kami habiskan sekitar 4 jutaan per orang: All in. Dengan inflasi selama 3 tahun dan nilai dollar yang melebihi 12.000 rupiah, mungkin kamu harus sisihkan 6 - 7 jutaan. Still worth to spend, I think...

Selamat Berlibur!

Check these out:

Danviettravel.com

Vietnamimpressive.com


Viet Nam (4): Ha Long Bay

Hari Kelima: Cruising Ha Long Bay

Hari ini adalah puncak dari rangkaian perjalanan kami di Viet Nam; alasan utama kami berlibur ke Vietnam. Apalagi jika bukan mengunjungi salah satu keajaiban dunia, salah satu warisan dunia yang ditetapkan oleh UNESCO di tahun 1994: Ha Long Bay atau Teluk Ha Long! Ibarat Bali bagi Indonesia, Ha Long Bay adalah icon wisata bagi Vietnam. Orang bilang, belum ke Vietnam jika belum mengunjungi Ha Long Bay. Itulah yang membuat pagi kami begitu ceria, terbungkus semangat dan rasa penasaran akan keindahan Ha Long Bay yang melegenda.




Ha Long Bay terletak di Provinsi Quang Ninh, setidaknya sekitar 150 km dari kota Hanoi. Area teluk ini kira-kira 1553km2, dengan garis pantai sepanjang 120km. Dalam Bahasa Vietnam, Ha Long itu sendiri berarti “Naga yang sedang turun “.







Penduduk Vietnam percaya bahwa bangsa mereka berasal dari Naga. Ada banyak cerita tentang terjadinya Teluk Ha Long ini. Konon saat negara ini baru berdiri, tersebutlah Kaisar Giok yang mengutus Ibu Naga dan anaknya ke bumi untuk membantu bangsa Vietnam melindungi negaranya dari serangan penjajah yang datang melalui utara melewati lautan. Ibu Naga dan anaknya membakar para musuh dengan api dan mengeluarkan batu zamrud besar sebagai tembok pertahanan. Para penjajah akhirnya tenggelam, dan beribu-ribu tahun kemudian batu zamrud tersebut berubah menjadi pulau-pulau dengan berbagai ukuran dan bentuk. Sementara Ibu Naga dan anaknya menjelma menjadi manusia dan merupakan nenek moyang bangsa ini. 







Faktanya teluk ini sebenarnya terdiri dari pulau-pulau batu kapur yang menjulang dari dalam laut dan membentuk bentang alam yang sangat indah. Ada sekitar 1969 pulau di area ini. Seperti wilayah karst pada umumnya yang banyak terdapat gua, Ha Long Bay pun kaya akan gua – gua besar dengan bentukan stalactite dan stalagmite yang indah. Hang Dau Go (Gua Pasak Kayu) adalah gua terbesar di wilayah Ha Long. Tiap gua di sinipun memiliki cerita mitos tersendiri yang menarik untuk didengar.







Perjalanan dari Hanoi ke Ha Long memakan waktu lebih dari 3 jam. Bukan perjalanan yang singkat, apalagi tidak ada pemandangan menarik yang dapat dilihat dari jendela mobil sepanjang perjalanan. Mobil L-300 yang kami naiki terisi penuh. Ada 2 orang turis dari Jerman, 1 orang turis Itali, 4 orang mahasiswa dari California, dan saya serta ketiga teman saya. Kali ini saling mengenal dan mencoba mengakrabkan diri menjadi lebih penting, bukan karena perjalanan mobil kami yang panjang dan membuat bosan, tapi kami semua akan bermalam dalam satu kapal yang sama. Yup! Kami akan bermalam di atas kapal kayu menikmati keindahan malam di Ha Long Bay...! #Yippie






Akhirnya kamipun tiba di Dermaga Bay Cay. Kami ditinggalkan sejenak oleh pemandu yang pergi mengurus kapal yang akan kami gunakan. Ada banyak kapal kayu (junk) bersandar di dermaga dengan berbagai ukuran. Kapal yang kami gunakan termasuk kapal yang cukup besar berjenis kapal cruise, kapal bertingkat dengan restoran, kabin-kabin kamar hotel dan tempat sun bathing di atas kapal. Kamarnya sendiri juga termasuk bagus, dengan toilet di tiap kamar, dilengkapi AC, seperti layaknya kamar standard hotel lainnya.





Setelah melakukan check-in kamar di atas kapal, kami menyantap makan siang sambil menikmati suasana laut seiiring bergeraknya kapal menuju tujuan wisata pertama. Tidak terasa kami sudah berada di tengah tebing-tebing, bongkahan batu karst yang indah. Tidak henti-hentinya memuji Pemilik keindahan alam, sambil sibuk mengabadikan tiap sudut yang tertangkap kamera.
Sisa hari ini kami habiskan dengan mengunjungi gua-gua, mengunjungi perkampungan terapung di tengah teluk, berenang, canoeing, sekedar ngobrol saling mengenal penghuni kapal lainnya sambil memandangi alam sekitar yang indah, dan ditutup dengan star-gazing; berbaring di atap kapal menikmati malam memandangi bintang-bintang di langit yang bersih, disapu semilir angin malam yang dingin....Subhanallah!






Hari Keenam: Bai Tho Junk



Bai Tho Junk adalah nama kapal yang kami naiki, tempat kami bermalam di Ha Long Bay. Walau tidak terlalu massive ukurannya, namun kapal ini cukup bagus, bersih dan nyaman. Di lantai dasar terdapat restoran, meja bar, dan beberapa kamar termasuk kamar saya. Di bagian luar ada teras kecil dilengkapi meja kursi untuk sekedar ngobrol sambil menikmati suasana teluk yang indah. Di lantai bawah adalah jajaran kamar inap berbagai ukuran. Sementara di lantai atas terdapat deretan kursi rebah, tempat sun-bathing di siang hari dan tempat saya berbaring memandangi bintang-bintang malam tadi.


Teras Kapal

Ruang Makan dan Bar


With International Friends

Pagi ini menjadi salah satu pagi paling indah dalam hidup saya. Terbangun di pagi hari, membuka tirai kamar, dan disambut pemandangan menakjubkan seperti di negeri dongeng. Sinar mentari begitu lembut menembus sela-sela tebing batu, memberikan pantulan yang indah di atas permukaan air.
Selesai mandi dan sarapan, kapal kembali bergerak. Kami kembali berlayar di antara celah-celah, mengunjungi pulau lainnya, dan kembali menuju dermaga. Tak terasa siang ini petualangan di atas Bai Tho Junk berakhir..., masih belum rela rasanya melepas pemandangan cantik di belakang, apalagi kami sudah mulai akrab dengan sesama turis lainnya. Tapi selalu ada akhir, seperti halnya selalu ada awal untuk sesuatu.... Itulah hukum alam.

Ha Long Bay in the Morning

At Bai Tho Junk

Dermaga: Akhir Perjalanan

Dalam perjalanan kembali menuju Hanoi, kami masih berhenti di pusat perajin keramik. Puas melihat-lihat kerajinan tangan dan membeli beberapa barang pecah belah, perjalanan berlanjut. Sore sudah menua saat kami tiba di penginapan. Tak lama setelah saya merebahkan badan, terdengar pintu kamar diketuk. Seorang wanita muda berdiri dibalik pintu, ternyata pemandu wisata kami yang datang hanya untuk membawakan tas belanjaan saya yang tertinggal di mobil. Baiknyaaa...., saya sendiri tidak ingat telah meninggalkan barang saking capenya. X_X

Malam ini mimpi saya indah..., potongan-potongan momen di Bai Tho Junk hadir berkelebat...
Pengalaman yang mengesankan... Suatu saat nanti saya akan kembali... Ke Ha Long Bay...!